Indeks Pendapatan Komulatif (IPK)
Oleh : Febri Taufiqurrahman
(Mahasiswa Jurusan Linguistik Deskriptif, Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Indonesia)
Naskah Artikel Kolom Poros Mahasiswa di Koran Sindo
Tema "Ide Kreatif Untuk Indonesia
Setiap
tahun ribuan Sarjana Baru (Fresh Graduate) memadati tempat-tempat Job Career yang diselenggarakan oleh
Perusahan Lokal maupun Nasional baik Negeri maupun Swasta. Banyak diantara
mereka yang berlomba-lomba memasukan lamaran kerja pada saat Job Career di selenggarakan. Semakin
banyak apply itu berarti akan semakin besar kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Betul kah? Itulah tantangan yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia. Pengangguran para sarjana muda. Lantas apakah
ada yang salah dengan sistem pendidikan di Indonesia? Sistem yang dilandaskan
pada Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian
Masyarakat.
Pertama, Pendidikan,
setiap Mahasiswa selama 4 tahun secara formal telah mendapatkan pendidikan
sesuai dengan jurusannya masing-masing. Selama itulah para Mahasiswa
mendapatkan hard skill sesuai dengan
keahlian bidang masing-masing. Jadi tidak ada alasan lagi bagi Mahasiswa untuk
tidak mendapatkan keahlian sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing. Kedua, Penelitian, dalam mengaplikasikan
ilmunya maka setiap mahasiswa diberikan kewajiban untuk melakukan penelitian
sebagai tugas akhir ataupun skripsi yang objek kajiannya diharapkan mampu
bermanfaat untuk masyarakat. Ketiga, Pengabdian Masyarakat yang diwujudkan
dalam bentuk magang di salah satu perusaan, Kuliah Kerja Lapangan (KKL),
ataupun Kuliah Kerja Nyata (KKN). Dalam kegiatan tersebut, Mahasiswa diharapkan
mampu mengembangkan kemampuan soft skill lebih
luas seperti public speaking, public
relation, marketting, dan entrepreneurship.
Namun pada kenyataanya kegiatan tersebut hanya sebatas kegiatan formalitas
sebagai salah satu prasyarat kelulusan. Nah setelah semua prasyarat kelulusan
didapatkan maka seorang Mahasiwa akan mendapatkan gelar Sarjana sesuai dengan
bidangnya. Lantas mengapa masih banyak Sarjana Muda yang susah mendapatkan
pekerjaan?Ataukah karena sempitnya lapangan kerja?Atau sulitnya lolos dalam
seleksi yang diadakan oleh Negara maupun Perusahan Swasta?
Saat
ini IPK atau Indeks Prestasi Komulatif tinggi belum bisa menjamin seorang
Sarjana Muda langsung mendapatkan pekerjaan. Tapi hal itupun tidak bisa
dijadikan barometer dalam menentukan seorang Sarjana Muda sulit mendapatkan
pekerjaan. Kita membayangkan apabila prasyarat kelulusan tidak hanya karena
nilai kelulusan pada setiap Mata Kuliah Wajib, Skripsi, dan KKN akan tetapi
juga dibebankan kepada setiap Mahasiswa untuk menunjukan IPKnya, bukan Indeks
Prestasi Komulatif akan tetapi Indeks Pendapatan Komulatif. Jadi ketika akan
lulus setiap Mahasiswa bukan hanya ditanya tentang nilai IPK akan tetapi juga
berapa banyak saldo tabungan dalam rekeningnya. Memang selama ini sudah ada
program Kewirausahan Mandiri bagi Mahasiwa, namun hal itu belum cukup efektif
dalam membantu mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Bahkan dalam
prakteknya program tersebut dimanfaatkan oleh oknum Mahasiswa hanya untuk
mendapatkan dananya saja untuk keperluan pribadinya sehingga masih butuh
Monitoring dan Evaluasi (MONEV) yang
lebih baik. Jadi kesimpulannya perlu adanya kewajiban bagi setiap Mahasiswa
sebelum dinyatakan lulus sebagai Sarjana Muda harus mencantumkan jumlah saldo
rekening dari hasil usaha mereka selama menjadi Mahasiswa sesuai dengan
bidangnya masing-masing.